Sabtu, 23 April 2011

Matikan Rokok Anda atau Rokok yang akan Mematikan Anda?

Sebenarnya ini adalah lanjutan dari dua tulisan saya yang terlebih dahulu saya posting di blog saya. Mengapa judulnya saya ganti? Karena saya ingin sedikit membahas bahaya rokok dan apa saja dampak – dampaknya bagi kesehatan para perokok maupun kesehatan orang – orang yang berada di sekitar perokok itu (perokok pasif).

Inilah sedikit teori medis tentang bahan – bahan rokok yang berbahaya :
·         Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang sedikit itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok.
·         Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida.
·         Komponen gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida, dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol, dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi, dan menimbulkan kanker (karsinogen).
·         Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru.
·         Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru -paru yang mematikan.
·         Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.
·         Timah hitam yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari.
·         Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh.
·         Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengeiritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang macet.
·         Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun.

Sumber tentang bahan – bahan rokok yang berbahaya di atas saya dapat dari :

Di tulisan sebelumnya saya juga menulis kalau seorang perokok akan memilih merokok daripada makan. Dan itu sudah terbukti di teman – teman saya, dari yang saya amati hal itu dilakukan jika uang mereka kurang atau, jika tidak ada waktu untuk makan, dan jika mereka tidak merokok beberapa jam saja rasanya mereka sudah tidak makan berhari – hari.

Dampak rokok untuk kesehatan sebenarnya sudah sangat jelas terpampang di bungkus rokok yaitu “MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN”. Tetapi saya bingung kenapa orang – orang tidak pernah memperdulikan peringatan tersebut dan malah terkesan menantang. Namun sempat terpikir di benak saya mengapa sekarang banyak anak – anak kecil, anak muda dan remaja yang merokok, yg terfikir adalah mungkin ketika mencoba rokok anak – anak itu tidak tahu dampaknya karena :

1.       Ketika pertama merokok di kasih oleh teman sehingga tidak tahu tulisan yang ada di bungkus rokok tersebut karena tidak membeli rokok (jangankan melihat bungkusnya, membeli pun tidak, hehehehhe).
2.       Jika saya melihat anak kecil merokok (baca juga tulisan : Anda Menikmati, tapi Paru – Paru Anda) maka yang terfikir adalah anak itu kan belum bisa baca jadi mana mungkin dia tahu bahayanya jika merokok.

Jadi menurut saya para perokok itu baru tahu akan bahaya merokok ketika mereka sudah kecanduan dan ketika mereka ingin berhenti akan terasa sulit karena tidak di awali oleh niat yang kuat dan lingkungan yang kurang mendukung.

3 Brother

Sebelum menulis cerita dari judul di atas saya ingin meminta maaf yang sebesar – besarnya bila ada di antara para pembaca yang merasa di rugikan oleh tulisan saya ini karena sesungguhnya tulisan ini saya buat bukan bermaksud untuk menyindir, merugikan, apalagi merusak nama baik seseorang. Saya rasa tidak perlu berbasa – basi lagi, dan langsung saja kita mulai.

Beginilah ceritanya :

Pada satu waktu di abad ke - 20 ini ada sebuah keluarga besar, keluarga ini bisa di bilang adalah salah satu keluarga yang terdiri dari beragam suku di Indonesia. Keberagaman keluarga ini memang tidak meliputi seluruh suku di Indonesia dari sabang sampai merauke tetapi saya rasa sudah cukup mewakili pulau – pulau besar di Indonesia. Di antara keluarga besar yang beragamlah 3 brother itu lahir, 3 brother itu tidak lahir dari satu ibu tetapi dari lain ibu yang ketiganya adalah bersaudara. Orang –orang di Indonesia sering menyebutnya dengan sebutan saudara sepupu, anggaplah dari keluarga itu terkahir 7 orang anak dan ketujuh anak itu ketika menikah melahirkan lagi anak – anak yang banyak. Dari anak – anak itu atau yang di sebut cucu oleh sang kakek dan nenek yang telah terlebih dahulu meninggal sebelum melihat 3 bersaudara ini lahir. Maka singkat cerita dari ke 7 orang bersaudara yang telah menikah dan memiliki pasangan masing masing itu ada yang mempunyai anak laki – laki yang umurnya tidak berbeda jauh. Anggaplah dari ketika sepupu itu anak yang paling tua kita panggil tebi, lalu anak yang kedua kita panggil pena, dan yang ketiga kita panggil yogo. Ketiga anak itu tumbuh di lingkunganya masing – masing dan ketika mereka sedang dalam proses dewasa mereka mempunyai kesenangan yang berbeda tetapi dari ketiga kesenangan tersebut ada persamaan yaitu sama – sama KESURUPAN dengan kesenangannya masing – masing.

Tebi senang dengan taruhan – taruhan karena lingkungan di sekitarnya atau teman – temannya pun seperti itu, lalu pena senang dengan musik dan pena bergabung dalam sebuah band yang dia bentuk bersama teman – temannya, kemudian yogo senang menyaksikan dan mendukung tim sepak bola di Indonesia. Ketiganya kesurupan di bidangnya atau kesenangannya masing – masing.

Pertama Tebi karena dia kesurupan dengan taruhan – taruhan itu maka ketika dia kalah dan tidak mempunyai uang untuk membayar dia merelakan meminjam uang kepada orang untuk membayar hutang – hutangnya tetapi ketika sudah terjadi hal seperti itu dia tidak kapok sampai – sampai dia menjual sebagian barang – barang mikinya. Jika ada orang yang bertanya “mengapa itu bisa terjadi ?”, maka jawabannya adalah Tebi sudah kesurupan taruhan – taruhan. Bisakah dia di sadarkan dari kesurupan? Bisa – bisa aja asal ada niat dari sang pelaku, hehehhehe …

Kedua Pena, Pena kesurupan lantunan nada yang sering kita sebut musik. Pena membentuk sebuah band yang tentu saja Pena dan teman – temannya berharap bisa terkenal dengan band tersebut. Bisakah itu terjadi? Jawabanya adalah bisa – bisa saja asal Pena dan teman – temanya selalu, berusaha, berpuasa, berdoa, dan lebih penting adalah menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

Lalu yang ketiga ada Yogo, sepertinya Yogo tidak ingin tersadar dari kesurupan yang sedang di alaminya karena kesurupan itu sudah di jadikannya gaya hidup atau kata orang bule bilang “life stile”, hehehe. Yogo sepertinya sudah di buat gila atau kesurupan berkepanjangan oleh tim sepak bola lokal itu sehingga dalam segi professional di seluruh kegiatan dia, dia masih ingin untuk terus memberikan dukungannya kepada tim sepak bola lokal itu dalam partai kandang maupun tandang. Bahkan dukungan itu akan terus di berikannya ketika dia sudah kerja ataupun berkeluarga. Benar – benar kesurupan anak ini. Jika ada pertanyaan kepada anak ini “lebih memilih memutuskan hubungan dengan pacar anda karena pacar anda melarang anda mendukung tim kesayangan anda atau bertahan dengan pacar anda dan meninggalkan tim kesayangan anda?”. Saya rasa Yogo akan menjawab lebih memilih memutuskan pacarnya dari pada harus meninggalkan tim kesayangannya.

Itulah sekilas cerita dari 3 bersaudara tersebut yang sama – sama KESURUPAN di bidang kesenangannya. Sekali lagi di akhir tulisan saya memohon maaf yang sebesar – besarnya kepada orang yang merasa tersinggung, dirugikan, apalagi di rusak nama baiknya oleh tulisan saya ini tetapi saya tekankan lagi seperti di atas bahwa saya meminta maaf yang sebesar – besarnya bila ada di antara para pembaca yang merasa di rugikan oleh tulisan saya ini karena sesungguhnya tulisan ini saya buat bukan bermaksud untuk menyindir, merugikan, apalagi merusak nama baik seseorang.

Terimakasih.
Selesai.

Selasa, 19 April 2011

Anda Menikmati,tapi Paru - Paru Anda?Part II

Dulu rokok hanya di konsumsi oleh orang – orang sudah bisa mencari uang sendiri dan kepala keluarga. Sekarang rokok sudah menjadi barang yang sudah sangat mudah di temui di manapun, bahkan di daerah yang terpencil pun rokok sangat mudah di temui. Dulu di kampung para orang tua yang merokok tidak pernah membeli rokok yang sudah jadi, mereka membeli bahan – bahan untuk merokok, mulai dari tembakaunya, kertas untuk membakarnya, dan terkadang mereka masih menggunakan kemenya untuk di campurkan di dalam rokok mereka. Sekarang mereka sudah tidak lagi membuat atau merecik sendiri rokok yang akan mereka konsumsi tetapi mereka sekarang sudah membeli rokok yang sudah jadi.

Dulu rokok adalah barang yang sangat haram untuk anak kecil atau orang yang belum bisa mencari uang, sekarang rokok telah menjadi barang yang hampir wajib di konsumsi oleh semua warga negara. Bahkan saya pernah melihat berita di salah satu stasiun televisi swasta ada anak keci atau masih terbilang balita sudah mengkonsumsi rokok. Orang tua nya pun tidak bisa melarang si anak untuk menghentika kebiasaan buruknya dengan alasan kasihan melihat si anak yang sakit jika di larang merokok.

Semakin menanjaknya usia perokok di negri ini membuat semua orang sudah tidak asing lagi dengan asap pengguna rokok. Secara medis perokok pasif lebih jauh berbahaya dari pada perokok aktif, perokok pasif adalah mereka yang tidak merokok tetapi menghisap asap dari rokok itu sendiri. Kasihan para perokok pasif itu, mereka tidak menikmatinya tetapi mereka ikut merasakan sakit nya. Tidak kah para perokok aktif sadar bahwa merokok itu selain merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain di sekitar mereka. Di Jakarta lapisan zat ozon semakin menipis, selain karena polusi udara yang disebabkan sedikitnya lahan hijau dan asap dari kendaraan bermotor juga di sebabkan oleh banyaknya para pengguna rokok.

Rokok sudah sangat akrab dengan para pelajar sehingga ketika habis makan atau sedang istirahat para pelajar sibuk mencari tempat untuk merokok, ketika di tanya oleh temannya mereka mau kemana dengan santainya mereka menjawab “asem mulut gue, mau ngerokok.” Semakin lekatnya rokok denag para pelajar dan anak – anak di bawah umur seharusnya membuat pemerintah berfikir keras bagaimana cara menyiasatinya agar tidak semakin banyak perokok di bawah umur. Tetapi nampaknya pemerintah masih saja santai – santai dengan kegiatannya masing – masing.

Himbauan yang sudah sangat kental adalah “matikanlah rokok sebelum rokok mematikan anda.” Mungkin himbauan di atas akan menjadi tuisan saya yang berikutnya. Silahkan di tunggu.

Terimakasih.

Senin, 18 April 2011

Anda Menikmati, tapi Paru - Paru Anda?

Kata – kata yang saya jadikan judul di atas saya dapat pada saat saya pergi menuju Jakarta dari tempat tinggal saya di Cilangkap. Pada saat itu saya pergi menggunakan patas AC Cibinong – Grogol, ketika sampai di slipi saya melihat di kaca belakang bus transjakarta ada tulisan seperti judul tulisan ini dengan gambar paru – paru manusia yang dipenuhi puntung – puntung rokok. Pada saat itu juga muncul ide untuk membuat tulisan tentang rokok.

Beberapa tahun yang lalu saya sempat mencoba yang namanya rokok, menurut saya rasanya sangat tidak enak, tidak manis, tidak asem, dll. Yang jelas barang itu seperti tidak mempunyai rasa, yag terlintas di pikiran saya adalah kenapa barang itu begitu di gemari oleh orang – orang. Bahkan sampai ada orang yang rela sampai tidak makan karena rokok, terkadang terucap kata – kata “ lebih baik ga makan dari pada ga ngerokok” dari para perokok. Pada saat mendengar kata itu saya emncoba berfikir kenapa para perokok lebih memilih tidak makan daripada tidak merokok padahal secara medis rokok tidak ada gunanya sama sekali bahkan merugikan bagi orang yang merokok maupun orang yang hidup bersama perokok itu sendiri.

Waktu itu saya sempat melihat berita di stasiun televisi setempat bahwa pajak yang di hasilkan / di berikan kepada pemerintah oleh pabrik rokok memang sangat besar (lebih besar dari perusahaan manapun yang bergerak di bidang selai rokok). Tetapi perlu di garis bawahi bahwa uang yang di keluarkan pemerintah untuk mengobati masyarakat yang sakit karena rokok jauh lebih besar di banding pajak yang di dapat dari pabrik rokok. Sehingga percuma saja jika biaya yang di keluarkan lebih besar dari biaya yang di dapat.

Saya pernah membaca sebuah artikel tetapi saya lupa itu terjadi di negara mana yang jelas di negara tersebut harga rokok 10 kali lipat lebih mahal dari harga rokok di Indonesia dan para perokok pun di nomor dua kan di negara tersebut. Maksudnya di nomor duakan adalah jika para perokok pergi ke suatu tempat atau ingin mengurus surat – surat di instansi pemerintahan maka para perokok tersebut di layani paling terakhir. Itulah sebababnya di negara tersebut sangat jarang orang yang merokok. Di singapura para perokok sangat menghindari polisi jalanan karena jika mereka ketahuan merokok sembarangan maka akan di tilang oleh polisi tersebut. Sayang di negara kita belum ada hal yang seperti itu, padahal di Jakarta telah di sediakan temapat untuk meroko dan undang – undang tetang larangan merokok sembarangan tetapi rasanya undang – undang itu hanya berjalan awalnya saja atau kata orang bilang “maaf : hangat – hangat tahi ayam”.

Sempat tefikir di benak saya kapan negara ini bebas dari rokok dan asap yang di hasilkannya. Tidakkah sekali – kali para perokok berfikir bahwa yang dia hisap adalah uang yang dia dapat dengan kerja keras dan hanya menimbulakan penyakit untuk dia dan yang menghisap asap rokok.

Sabtu, 16 April 2011

Hal - Hal itu Perlahan Hilang

Di kota – kota besar seperti Jakarta dan kota pendukungnya nilai – nilai kebudayaan adau budaya sudah sangat jarang bahkan hampir bisa di katakana sudah tidak ada lagi. Masyarakat mulai tidak lagi mengindahkan dan memperdulikan nilai – nilai itu. Saya tidak mengetahui secara persis mengapa nilai – nilai budaya itu lambat laun menghilang dari kehidupan masyarakat perkotaan. Jakarta adalah salah satu pemilik kebudayaan daerah yang beragam mulai dari Gambang Kromong, Rebana, Keroncong Tugu, Tanjidor, Ondel – ondel, dll. Tetapi sejak jaman colonial Belanda Jakarta adalah daerah yang menjadi daya tarik para pendatang, misalnya dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, dll. Oleh sebab itulah warga asli Jakarta atau lebih di kenal orang Betawi menjadi terpinggirkan oleh pendatang sehingga mereka keluar dari tanah kelahiran mereka sendiri dan pindah ke daerah Jawa Barat, Banten, dsb.

Kebudayaan menurut saya kali ini benar – benar hampir punah, orang betawi jarang sekali yang bisa melihat kebudayaan dan keseniannya. Rumah – rumah adat di gantikan oleh rumah – rumah yang bermodel minimalis maupun bergaya ke barat – baratan, makanan khas daerah sudah jarang ditemukan, kesenian sudah tidak lagi bisa di nikmati di sembarang tempat, nilai – nilai budaya tidak lagi di hargai, dan masih banyak lagi. Dulu ketika saya masih kecil di tempat saya tinggal paling sering di datangi oleh orang yang sedang mencari sebungkus nasi menggunakan pakaian ondel –ondel, saya tidak ingat kapan terakhir kali saya melihat ondel – ondel mendatangi rumah saya tetapi yang pasti sejak saat itu saya masih menunggu kapan orang berpakaian ondel – ondel datang lagi ke rumah saya.

Semangatlah Jakarta, mulailah kembali mempelajari dan melestarikan budaya betawi. Siapa lagi kalau bukan kita semua.

Bukan hanya ondel – ondel yang hilang, niali – niali budaya pun saya rasa sudah tidak lagi di indahkan oleh orang – orang. Budaya antri yang begitu di gembor – gemborkan pada saat itu sudah tidak lagi berpengaruh, contoh saja jika ada event pembagian daging pada saat lebaran Haji, orang – orang berbondong – bondong datang ingin mendapat giliran pertama dan saling berebut untuk mendapatkan jatah.  Ketika presiden mengadakan open house, masyarakat kembali berbondong – bonding untuk menemui presiden dan beredsak – desakkan sehingga tidak lagi memperdulikan sekitarnya dan bahkan dirinya sendiri. Memasuki stadion bola, orang sudah tidak lagi mau mengantri dan bahkan selak – mencelak agar bisa masuk stadion lebih cepat sehingga tidak jarang dalam beberapa hal yang membutuhkan antrian menimbulkan korban luka – luka dan bahkan korban jiwa. Di jalanan para pengendara motor saling salip – menyalip agar bisa sampai terlebih dahulu ke tempat tujuan tanpa memperdulikan aturan, orang lain, dan bahkan dirinya sendiri. Sunggu ironis di beberapa temapat padahal ada himbauan “budayakan antri” tetapi sudah tidak lagi di indahkan.

Begitulah negara ini sekarang, masyarakat sudah tidak lagi mengindahkan dan bahkan tidak mengetahui nilai – nilai budaya, kesenian, dsb. Menurut saya jika negara ini ingin maju maka mulailah dari diri kita sendiri, kalau bukan kita siapa lagi yang akan memulainya.

Dalam tulisan ini saya memohon maaf yang sebesar – besarnya bila ada kesalahan dalam tulisan ini.
Seorang Dorce Gamalama selalu mengatakan “kekurangan milik manusia dan kesempurnaan hanya milik Allah.“  

Selesai 

Jumat, 15 April 2011

Bajaj

Jakarta punya kendaraan asal india yang bahkan hampir tidak ada lagi di daerah asalnya. Kendaraan itu tidak lain adalah bajaj. Namun tanpa kita sadari bajaj ini lah yang menghidupi pengemudi dan keluarganya. Mungkin kendaraan ini sudah jarang di minati oleh masyarakat, tetapi para pengemudi bajaj masih saja tetap eksis mengemudikan bajajnya. Walaupun di beberapa jalan di kota Jakarta sudah tidak lagi memperbolehkan bajaj melintasi jalan tersebut. Kendaraan ini hampir punah termakan jaman yang kalah dengan kuda – kuda besi yang semakin modern.

Di salah satu artikel yang saya baca di www.sayaberitahu.blogspot.com , blog itu menulis 30 hal menarik dari kota Jakarta yang salah satunya berbunyi “ 19. Si raja jalanan tidak lagi berisik : di era 70 dan 80an, bus kota bergelar raja jalanan karena ulahnya yang ugal - ugalan. Gelar tersebut kini milik bajaj, juga karena alasan yang sama. Bahkan ada anekdot “hanya sopir bajaj dan Tuhan yang tahu, ke mana bajaj akan membelok.” Sempat ada kabar “bajaj pasti berlalu” alias dilarang karena alasan polusi. Namun, kehadiran bajaj bahan bakar gas yang diklaim ramah lingkungan menampikan kabar tersebut. Sayangnya hanya bodi dan mesin saja yang baru. Perilaku pengemudinya? Lebih mirip “monyet jalanan” karena sering diteriaki monyet oleh pengendara lain.

MONYET JALANAN? Saya rasa para pengemudi bajaj mempunyai alasan yang kuat mengapa mereka mengemudikan dengan ugal – ugalan dan jika mereka tidak pernah memberitahu apa alasannya maka anekdot yang berbunyi “ hanya sopir bajaj dan Tuhan yang tahu kemana akan belok benar dan dig anti dengan “ hanya sopir bajaj dan Tuhan yang tahu kenapa mereka ugal – ugalan. Dari sudut pandang saya, saya mempunyai jawaban bahwa mereka ugal – ugalan karena mereka mengejar setoran dan memang mereka menyukai tantangan seperti balapan liar. Tetapi saya rasa tidak semua supir bajar seperti itu, itu hanya sebagian kecil saja.


Jadi saya menyarankan anda tidak perlu takut menggunakan bajaj, jika anda takut supirnya mengendarakan sengan ugal – ugalan maka anda bisa memberitahu supir terlebih dahulu sebelum anda menaikki kendaraan beroda 3 tersebut. 

Dan cobalah sedikit lebih berkomunikasi dengan supir bajaj agar anda tidaak terlihat seperti bos tetapi sebagai teman yang baik si supir.


Selesai.

Sabtu, 09 April 2011

Multietnis & Multikultur in Batavia

Sedikit lagi nih tentang Batavia atau yang sekarang bernama Jakarta yang menjadi ibu kota Indonesia, silahkan di nikmanti aja deh ..



Orang-orang Sumba dikenali lewat Jalan Tambora. Tambora adalah nama gunung fenomenal di Pulau Sumba yang ledakannya tercatat dalam sejarah. Orang Bima, mungkin memberi nama pada Jembatan Lima (=Bima). Sementara orang Manggarai (Flores) yang sejak tahun 1.700 bermukim di perkebunan Matraman, menjadi asal-muasal nama daerah Manggarai.

Orang Melayu tinggal di sebelah barat Jalan Gedong Panjang. Karena umumnya memiliki jabatan tinggi, mereka hidup di dalam kota. Salah seorang Kapten Melayu, Wan Abdul Bagus, kemudian mendirikan Kampung Melayu di Meester. Sementara Letnan Anci Awang membangun permukiman Melayu lain di daerah Cawang sekarang.

Pada 1673 jumlah penduduk dalam kota Batavia adalah 27.086 orang. Mereka terbagi atas 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa dan Moor (India), 981 orang Bali, dan 611 orang Melayu. Selebihnya, 13.278 orang, adalah budak dari berbagai suku dan bangsa.

Di antara warga asing, orang Tionghoa paling banyak jumlahnya karena sebagian didatangkan oleh Kompeni untuk bekerja di pertambangan, pelabuhan, pertukangan, dan perdagangan. Mereka tersebar di berbagai wilayah. Wilayah yang paling populer adalah Pecinan, di sekitar Glodok-Pancoran.

Orang India relatif sedikit. Mereka membentuk komunitas di Pekojan dan Kampung Koja. Sebagian masih tersisa di Pasar Baru sekarang.

Kampung Arab masih dapat dilihat sisa-sisanya di Kampung Krukut. Mereka umumnya berkecimpung di bidang agama.
Pada akhir abad ke-19 masyarakat menjadi sukar dibedakan berdasarkan suku. Soalnya mereka sudah membaur melalui perkawinan. Pada abad ke-20 Jakarta dibanjiri urbanisasi dari berbagai daerah. Justru masyarakat Betawi berbalik menjadi minoritas.

Nama-nama kampung di Jakarta yang diambil dari berbagai suku, kemudian dihuni juga oleh suku-suku lain. Bahkan sudah memberikan warna khas pada kebudayaan Indonesia. Jakarta pun menjadi kota yang multietnis dan multikultur. Tiada duanya di dunia, apalagi kalau kita mendengar ucapan, "Biarin deh ane reken seceng, Bos". Akhiran in (Bali), deh (Betawi), ane (=saya, Arab), reken (=hitung, Belanda), seceng (=seribu rupiah, Tionghoa), bos (=tuan besar, Inggris). (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)

Sumber : http://www1.kompas.com/readkotatua/xml/2011/04/08/15484782/Multietnis.dan.Multikultur

Rojali

Judul tersebut saya ambil karena kali ini saya ingin sedikit membemberikan pendapat saya tentang rojali atau sering kita sebut Rombongan Jak Liar. Hanya supporter Persija lah yang mengetahui istilah tersebut, mereka begitu terkenal di kalangan supporter setia Persija yang tidak lain adalah Jakmania.

Mengapa mereka di sebut Rombongan Jak Liar? Entah kapan istilah itu mulai muncul dilingkungan Jakmania, saya sebagai Jakmania baru tentu saja tidak bisa menjawab kapan istilah itu mulai muncul. Yang jelas saya mengetahui kenapa / mengapa mereka di sebut Rombongan Jak Liar atau Rojali, jawabannya adalah karena
-          Mereka bukanlah anggota resmi Jakmania dan mereka hanya dianggap simpatisan oleh pengurus Jakmania beserta jajarannya
-          Karena bukan anggota Jakmania dan tidak terkoordinir maka mereka sering membuat ulah yang sering kali membuat rugi Jakmania karena nama Jakmania lah yang menjadi jelek di mata msyarakat sebab masyarakat tidak mengetahui istilah rojali
-          Mereka hanya datang ke stadion tanpa tujuan yang jelas, karena mereka hanya menyanyi – nyanyi di atap bus, berjoget di pinggir jalan, menjebol pintu masuk stadion agar bisa masuk gratis, jalan – jalan di stadion, mencari cewe, pacaran, dll.
-          Mereka sering kali membuat warga Jakarta dan sekitarnya takut dengan tingkah laku mereka, sehingga kembali nama Jakmania lah yang tercoreng oleh mereka.
-          Dan masih banyak lagi.

Dan di pertandingan terakhir kemarin pun mereka membuat ulah yang membuat pengurus Jakmania beserta jajarannya meminta maaf pada warga sekitar tempat kejadian mereka berulah. Walaupun bukan Jakmania namun mereka seringkali di perhatikan oleh pengurus Jakmania tetapi tidak jarang pula di benci oleh Jakmania beserta pengurusnya.

Di siaran Pro 2 fm bersama JakOnline malam ini saya kembali mendapat pelajaran tentang para rojali ini, yaitu kata – kata dari ketua umum Jakmania yang tidak lain adalah Larico Ranggamone atau sering di panggil Ayah Rico yaitu “ Jakmania sudah pasti oren tetapi oren belum tentu Jakmania”. Dan satu kata lagi dari obrolan siaran malam ini yaitu Oren sejati berada di dalam stadion saat Persija berlaga, bukan di luar stadion ”.

Saya tidak punya kata – kata untuk menggambarkan tingkah laku mereka tetapi saya punya pendapat atau pun himbawan bahwa “ mereka (rojali) bukan hama / musuh  yang harus kita basmi tetapi saudara yang harus kita rangkul agar menjadi Oren sejati”.

Tetap semangat mendukung tim kita bersama Persija Jakarta.
Hanya satu Persija ku, kebanggaan kita semua.
Loyalitas Tanpa Batas fo Persija Jakarta
Oren sejati takkan berhenti, Persija Sampe Mati

Minggu, 03 April 2011

Ciliwung Tempo Doeloe

Banjir lagi, banjir lagi. Jakarta di tangan ahlinya saja masih kewalahan menghadapi fenomena yang satu ini. Jangankan menghilangkan, meminimaliskan banjir saja bukan main susahnya.

Perilaku masyarakat dituding menjadi penyebab terjadinya banjir atau genangan. Membuang sampah sembarangan sehingga drainase menjadi tersumbat memang merupakan pemandangan sehari-hari, terutama di wilayah-wilayah sepanjang bantaran Sungai Ciliwung.

Curah hujan yang tinggi, penumpukan sampah, pendangkalan sungai, drainase buruk, dan minimnya tanah resapan, merupakan penyebab banjir di Jakarta yang sudah lama teridentifikasi. Pesatnya urbanisasi ke Jakarta menjadi salah satu faktor kondisi ini.

Tidak diperkirakan sebelumnya, dalam kurun waktu seratus tahun saja sungai-sungai di Jakarta telah mengalami penurunan kualitas sangat besar. Pada abad XIX, air sungai-sungai di Jakarta masih bening sehingga bisa digunakan untuk minum, mandi, dan mencuci pakaian.

Bahkan ratusan tahun yang lalu, Sungai Ciliwung banyak dipuji-puji pendatang asing. Disebutkan, pada abad XV – XVI Ciliwung merupakan sebuah sungai indah, berair jernih dan bersih, mengalir di tengah kota. Hal ini sangat dirasakan para pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Ketika itu Ciliwung mampu menampung 10 buah kapal dagang dengan kapasitas sampai 100 ton, masuk dan berlabuh dengan aman di Sunda Kelapa. Kini jangankan kapal besar, kapal kecil saja sulit melayari Ciliwung karena baling-baling kapal hampir selalu tersangkut sampah.

Sumber lain mengatakan, selama ratusan tahun air Ciliwung mengalir bebas, tidak berlumpur, dan tenang. Karena itu banyak kapten kapal asing singgah untuk mengambil air segar yang cukup baik untuk diisikan ke botol dan guci mereka.
Jean-Baptiste Tavernier, sebagaimana dikutip Van Gorkom, mengatakan Ciliwung memiliki air yang paling baik dan paling bersih di dunia (Persekutuan Aneh, 1988).

Dulu, berkat Sungai Ciliwung yang bersih, kota Batavia pernah mendapat julukan “Ratu dari Timur”. Banyak pendatang asing menyanjung tinggi, bahkan menyamakannya dengan kota-kota ternama di Eropa, seperti Venesia di Italia.
Karena dikuasai penjajah, tentu saja kota Batavia dibangun mengikuti pola di Belanda. Ciri khasnya adalah dibelah oleh Sungai Ciliwung, masing-masing bagian dipotong lagi oleh parit (kanal) yang saling sejajar dan saling melintang.
Pola seperti ini mampu melawan amukan air di kala laut pasang, dan banjir di dalam kota karena air akan menjalar terkendali melalui kanal ke segala penjuru.

Kemungkinan bencana ekologi di Jakarta mulai terjadi sejak 1699 ketika Gunung Salak di Jawa Barat meletus. Erupsinya berdampak besar, antara lain menyebabkan iklim Batavia menjadi buruk, kabut menggantung rendah dan beracun, parit-parit tercemar, dan penyakit-penyakit aneh bermunculan.
Maka kemudian orang tidak lagi menjuluki Batavia sebagai “Ratu dari Timur”, melainkan “Kuburan dari Timur”. Bencana ini berdampak pada pemerintahan di Batavia yang mulai goyah karena banyak pihak saling tuding terhadap musibah tersebut.

Para pengambil kebijakan terdahulu dinilai salah karena telah membangun kota dengan menyontoh kota gaya Belanda. “Batavia adalah kota bercorak tropis. Berbeda jauh dengan Belanda yang memiliki empat musim,” begitu kira-kira kata pihak oposisi.
Sebagian orang menduga, bencana ekologi itu disebabkan oleh kepadatan penduduk. Batavia memang semula dirancang sebagai kota dagang. Karenanya banyak pendatang kemudian menetap secara permanen di sini. Sejak itulah perlahan-lahan Ciliwung mulai tercemar.

Berbagai limbah pabrik gula dibuang ke Ciliwung. Demikian pula limbah dari usaha binatu dan limbah-limbah rumah tangga, karena berbagai permukiman penduduk banyak berdiri di sepanjang Ciliwung.
Dalam penelitian tahun 1701 terungkap bahwa daerah hulu Ciliwung sampai hilir di tanah perkebunan gula telah bersih ditebangi. Sebagai daerah yang terletak di tepi laut, tentu saja Batavia sering kali kena getahnya. Kalau sekarang Jakarta hampir selalu mendapat “banjir kiriman” dari Bogor, dulu “lumpur kiriman” bertimbun di parit-parit kota Batavia setiap tahunnya.

Pada awal abad ke-19 Batavia tidak lagi merupakan benteng kuat dan kota berdinding tembok. Karenanya, pada awal abad ke-20 Batavia sudah menjadi kota yang berkembang dengan penduduk berjumlah 100.000 orang. Bahkan dalam beberapa tahun saja penduduk kota sudah meningkat menjadi 500.000 orang.
Adanya nama-nama tempat yang berawalan hutan, kebon, kampung, dan rawa setidaknya menunjukkan dulu Jakarta merupakan kawasan terbuka yang kini berubah menjadi kawasan tertutup (tempat hunian).
Sejak membludaknya arus urbanisasi itu, pendangkalan Ciliwung dan sungai-sungai kecil lainnya terus terjadi tanpa diimbangi pengerukan lumpur yang layak. Pada 1960-an, misalnya saja, sejumlah sungai kecil masih bisa dilayari perahu dari luar kota. Waktu itu kedalaman sungai mencapai tiga meter. Namun kini kedalaman air tidak mencapai satu meter.

Sayang, semakin derasnya arus urbanisasi ke Jakarta, kondisi Ciliwung semakin amburadul. Banyaknya permukiman kumuh di Jakarta menyebabkan Ciliwung beralih fungsi menjadi “tempat pembuangan sampah dan tinja terpanjang di dunia”.

Banjir besar mulai melanda Jakarta pada 1932, yang merupakan siklus 25 tahunan. Penyebab banjir adalah turun hujan sepanjang malam pada 9 Januari. Hampir seluruh kota tergenang. Di Jalan Sabang, sebagai daerah yang nomor satu paling parah, ketinggian air mencapai lutut orang dewasa. Banyak warga tidak bisa keluar rumah, kecuali mereka yang beruntung memiliki perahu (Jakarta Tempo Doeloe, 1989).(Djulianto Susantio)


Sumber:http://www1.kompas.com/readkotatua/xml/2010/10/18/20061973/ciliwung.dulu.terbersih.kini.tempat.sampah

Sabtu, 02 April 2011

Fakta Bahwa Mahasiswa Sering Gagal Ujian

Lucu - lucuan aja nih kong


Kalau di amati secara logika, sebenarnya bukan salah sang siswa bila ia tidak lulus ujian, karena belajar pun tidak sempat.

Tahukah anda, setahun itu hanya terdapat 365 hari? Yang kita tahu sebagai tahun akademik siswa. Marilah kita hitung!

Dalam setahun ada 52 minggu. Anda pasti tahu kalu hari minggu adalah hari untuk istirahat. Hari tersisa tinggal 313. Hari libur (nasional maupun internasional); tak kurang dari 13 hari libur dalam setahun. Maka sisanya 300 hari.Liburan sekolah, jelas semua siswa akan berlibur dan tidak akan belajar. Biasanya sekitar 2 bulan lebih, anggaplah sekitar 60 hari. Maka tinggal 240 hari. Tidur 8 jam sehari untuk kesehatan; berarti 120 terpakai. Hari tersisa tinggal 120 hari. Tentu kita beribadah kan? Paling tidak 1 – 2 jam kita beribadah, kita alokasikan 25 hari dalam setahun. Hari tersisa tinggal 80. Makan! Paling tidak selama satu hari kita habiskan 2 jam untuk makan / minum (makn pagi, siang, sore), hilang lagi 30 hari.

Hari tersisa tinggal 50. Jangan lupakan, manusia adalah makhluk sosial, butuh berinteraksi dengan orang lain, kita ambil 1 jam perhari untuk berbicara. 15 hati terpakai lagi. Hari tersisa tinggal 35. Kita pun bisa sakit; paling tidak 5 hari dalam setahun, sudah cukup mewakili. Hari tersisa tinggal 30. Ujian itu sendiri biasanya di laksanakan 2 minggu per semester, berarti 24 hari sudah teralokasi untuk ujian. Hari tersisa tinggal 6.

Nonton dan jalan – jalan palig tidak 5 hari dalam setahun. Hari tersisa tinggal 1 hari. Satu hari yang tersisa itu kan HARI ULANG TAHUN! Masa belajar sih? 


Sumber : Sentuhan hikmat 3 in 1 (Samuel Cahyadi)

Jumat, 01 April 2011

Binatang Buas Pernah Berkeliaran di Batavia


Jakarta yang sekarang adalah Kota Metropolitan, ternyata pada abad ke-16 hanya sebuah kampung kecil. Hal ini diketahui dari sumber-sumber kolonial dan juga nama-nama jalan atau kawasan di Jakarta modern yang memakai kata hutan, kebon, dan rawa. 

Banyak hewan pernah berkeliaran bebas di Batavia, sebagaimana tercermin dari nama-nama Rawabadak, Rawabuaya, Gang Kancil, dan Jaga Monyet. Bahkan, menurut laporan dari abad ke-17, hewan liar seperti harimau masih ditemukan di sekitar hutan-hutan Batavia.

Mungkin yang paling banyak adalah buaya dan badak. Sebuah laporan menyebutkan buaya sering kali terlihat di beberapa sungai dalam kota. Bahkan pada tahun 1692 tiga orang laki-laki yang baru saja tiba dari Eropa hampir saja diterkam buaya besar yang lapar. Untung saja, mereka sempat menyelamatkan diri dengan cara memanjat tiang gantungan di dekat sungai tersebut.


Sebelumnya pada tahun 1659, 14 orang penebang kayu dimangsa harimau di daerah Kota sekarang. Beberapa budak yang bekerja di daerah Ancol juga mengalami nasib serupa. Menurut laporan A Herport, seorang Swiss, pada 1662, seorang Jawa yang sedang berjaga diterkam seekor harimau. Orang itu dibawa lari.

”Waktu kami tembak, harimau melepaskan kawan kita itu, tetapi dia terluka begitu parah sehingga mati,” kata Herport (Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, hal. 199).

Dia menambahkan laporannya demikian, ”Pada malam itu juga, kami masih melihat harimau-harimau lari karena mata-mata mereka menyala. Tetapi karena tembakan kami, mereka menjauh. Pada hari ketiga kami kembali ke sungai dan sepanjang hari menuju ke hulu. Di sepanjang kedua tepian, kami melihat banyak harimau dan badak...serta beberapa buaya”.



Pada 1762 pemerintah memberikan hadiah kepada para pemburu yang membunuh 27 ekor harimau dan macan kumbang di sekitar Batavia. Laporan selanjutnya mengatakan, sebelum Perang Dunia II orang masih pergi berburu babi hutan di sebelah Timur bekas bandar udara Kemayoran. Selama masa pendudukan Jepang, buaya masih tampak di beberapa sungai.

Adanya harimau, badak, dan buaya di Batavia juga pernah didokumentasikan dalam bentuk lukisan. Misalnya lukisan dua orang pribumi sedang menggotong mayat seekor harimau diiringi seorang sinyo Belanda.




Habitat yang semakin terdesak, membuat hewan-hewan itu menghilang, sebelum akhirnya punah dari tanah Batavia. Seharusnya lenyapnya harimau, badak, dan buaya dari Jakarta menjadi pelajaran yang berharga, namun tetap terulang di bumi kita karena keserakahan kita sendiri. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)

Sumber : www.wisatakotatoea.com




inilah sedikit sejarah dari kota jakarta, mungkin di lain waktu saya akan kembali mengulas sejarah jakarta.

di post'an saya kali ini saya ingin sedikt memberikan pendapat yaitu

sunggu ironis sekali melihat perkembangan kota Jakarta sekarang ini, pembangunan infrastruktur yang semerawut, jlan yang tidak lagi sanggup menampung kendaraan bermotor, kali - kali yang sudah tidak lagi sanggup menampung air dari tempat yang lebih tinggi sehingga sering mengakibatkan banjir di beberapa tempat di Jakarta, polusi di mana - mana, masalah kemacetan yang seperti tidak ada jalan keluar, fasilitas olahraga yang tidak lagi memadai seperti stadion sepakbola yang jarang, perumahan warga yang kumuh, tidak ada lagi kebun kosong, air yang tidak jernih, dan masih banyak lagi.

saya rasa kota Jakarta ini pun rindu sosok seorang pemimpin yang bisa membawa Jakarta ke arah lebih baik lagi yang bisa mengayomi warganya. Dan menurut saya para pendatang atau para penghuni Jakarta harus mempunyai kesadaran untuk merawat dan menghargai lingkungannya. Juga bagi masyarakat yang mencari nafkah dari luar Jakarta juga harus mempunyai kesadaran untuk merewat ibu kota jangan hanya mau mengambil uang dari Jakarta tetapi tidak mau menjaga dan merawatnya.

saya rasa cukup sekian tulisan dan pendapat saya tentang Jakarta Tercinta.
sampai jumpa di lain kesempatan
terimakah
selesai