Bung Ferry (Sektim Persija) membuat sebuah catatan dalam akun facebooknya dengan judul Garuda di Dadakan. Catatan tersebut menceritakan asal – usul lirik lagu Garuda di Dadaku dan sedikit kekecewaan Bung Ferry terhadap kinerja PSSI soal penjualan tiket AFF Cup.
Dalam laga final AFF cup Indonesia vs. Malaysia leg ke 2 di stadion Gelora Bung Karno kali ini menyisakan sedikit cerita. Dari awal babak pertama Indonesia mengambil insiatif menyerang mencoba membuat gol dan menyamakan kedudukan setelah tertinggal 3 – 0 di leg pertama di stadion Bukit Jalil Malaysia. Satu persatu peluang bermunculan , tetapi belum juga membuahkan gol. Sampai akhirnya wasit menunjuk titik putih dan memberikan hadiah penalty kepada Indonesia karena bola mengenai tangan pemain Malaysia. Firman utina eksekutor penalty kedua setelah Bambang Pamungkas ditunjuk menjadi algojo karena BP masih duduk di bangku cadangan. Mungkin pada waktu itu Firman sangat yakin untuk mengeksekusi tetapi Tuhan berkehendak lain, firman gagal menceploskan bola melalui titik putih. Sangat wajar akan kegagalan firman itu karena pemain besar sekelas Maradona atau Roberto Bagio pun pernah gagal mengeksekusinya. Tetapi yang ada di benak sebagian para penikmat sepakbola pada waktu itu adalah Firman membuang peluang emas untuk membangkitkan mental juara timnas. Di piala dunia Afsel contohnya banyak para pendukung Inggris yang ada di belahan dunia manapun menganggap kegagalan Inggris di piala dunia kali ini adalah karena tidak disahkannya gol Frank Lampard ke gawang Jerman. Para fans mengganggap jika gol tersebut disahkan maka akan beda jalan ceritanya.
Tetapi yang berbeda dari pendukung Timnas Inggris dengan pendukung Timnas Indonesia adalah ketika Inggris kalah ataupun menang mereka tidak pernah pulang atau meninggalkan stadion sebelum pertandingan berakhir. Kita lihat saja kenyataan di stadion Bukit Jalil, pertandingan belum selesai dan masih menyisakan waktu yang lumayan lama tetapi para penonton yang menggunakan atribut merah putih sudah lebih dulu meninggalkan stadion dan memilih untuk pulang ketimbang menunggu pertandingan berakhir. Alasannya hanya satu karena mereka kecewa dengan permainan Timnas yang kalah 0 - 3 dari Malaysia.
Dan di final leg kedua yang di laksanakan di stadion Gelora Bung Karno kejadian tersebut kembali terulah setelah di babak kedua Timnas lebih dulu tertiggal 0 – 1 oleh Malaysia melalui serangan balik cepat. Pada waktu itu tidak sedikit orang yang kecewa dan lebih memilih meninggalkan stadion atau mematikan/mengganti siaran televisi mereka ketimbang menunggu sampai wasit meniup peluit panjang tanda berakhir pertandingan. Tidak sedikit orang yang mencaci maki penampilan Timnas kita, banyak orang yang menyesal sudah datang ke stadion, ada yang tidak bangga lagi mengenakan pakaian berlambangkan Garuda di dadanya, dsb.
Contoh di atas tidak perlu ditiru karena mereka hanyalah orang – orang munafik yang hanya mau mendukung saat Timnas menang atau sedang berada di atas. Penantian panjang bangsa ini akan prestasi Timnas belum terwujud di tahun ini tatapi perjuangan jangan berhenti di tahun ini, ditahun yang akan datang Garuda harus lebih giat berusaha dan berdoa. Ketika seorang Albert Einstein menemukan bola lampu dia hampir 1000 kali gagal tetapi ketika teman di sekolahnya bertanya “mengapa kamu selalu gagal menemukan bola lampu?”, Einstein dengan mudah menjawab “saya tidak pernah gagal tetapi saya menemukan hampir 1000 cara baru memecahan bola lampu.”
Diakhir tulisan seperti biasa saya bukanlah yang terbaik tetapi saya akan mencoba memberikan yang terbaik dan tetaplah mendukung Timnas Garuda dan jangan pernah membiarkannya berjuang sendiri.
Terimakasih. Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar